Foto: dok sindonewshttp://ragamsulawesibarat.blogspot.co.idSindonews.com
- KH Muhammad Thahir atau yang lebih kenal dengan Imam Lapeo, tidak
hanya dikenal sebagai ulama yang menyebar Islam di tanah Jazirah Mandar,
Sulawesi Barat. Tapi, yang tak kalah penting lagi adalah cerita unik
tentang kisah-kisah semasa hidupnya.
Dalam buku yang memuat
tentang perjalanan hidup Imam Lapeo yang ditulis oleh cucu Imam Lapeo
sendiri Syarifuddin Muhsin, ada 74 karamah (kelebihan) dalam kisah hidup
Imam Lapeo. Sebagian di antaranya, menyelamatkan orang tenggelam,
melerai perkelahian di Parabaya, menghentikan penyiksaan KNIL, jadi
perlindungan Arajang Balanipa, berbicara dengan orang mati, menangkap
ikan di laut tanpa kail, memendekkan kayu, menghardik jenazah, mengatasi
pendoti-doti (guna-guna), berjumat pada tiga tempat pada waktu
bersamaan, menebang kayu dengan tangisan bayi, naik becak ke Mamuju,
membatalkan tunangan dengan anggota Muhammadiyah, tidak suka
bunyi-bunyian (musik).
Peran Imam Lapeo, tidak terlepas dengan
karamah kesufian yang ada pada dirinya. Misalnya, tangannya kebal
terhadap api. Diceritakan, selama belajar di hadapan Sayyid Alwi
al-Maliki, Imam Lapeo juga bertindak sebagai penuntun unta terhadap
gurunya dalam berbagai perjalanan.
Saat sang guru Sayyid Alwi
al-Maliki bersama muridnya Imam Lapeo melakukan perjalanan antara Mekkah
dan Madinah, karena keamanan di jalan kurang terjamin, mereka singgah
istirahat dan berkemah di jalanan. Ketika itu, sang gurunya mengetahui
Imam Lapeo mengisap rokok. Sang Guru langsung mengambil rokok tersebut
dari tangannya, dan rokok yang terbakar itu ditekankan ke telapak tangan
muridnya. Dalam keadaan demikian, Imam Lapeo tidak merintih dan tidak
merasakan kesakitan, malah hal itu dibiarkannya sampai semuanya selesai.
Sementara, pengalaman pertama Imam Lapeo ketika baru saja
berada di Mandar, adalah penduduk setempat mencoba mengujinya, melakukan
semacam permainan berbahaya. Waktu itu, Imam Lapeo sedang khutbah di
atas mimbar pada hari Jumat, dan bersamaan itu pula muncul suatu
gumpalan api yang sangat tajam cahayanya.
Gumpalan api yang pada
mulanya laksana sebutir telur yang sinarnya sangat tajam itu, tiba-tiba
menjadi besar dan bergerak dari depan dengan kencangnya menuju ke
hadapan Imam Lapeo. Pada saat menentukan, dan sejengkal lagi gumpalan
api itu mengenai mukanya, Imam Lapeo hanya bergerak dengan isyarat
matanya. Akhirnya gumpalan api itu menyingkir dari hadapannya dan
mengenai tembok di belakang mimbar. Tembok masjid tersebut hancur rata
dengan tanah.
Kisah lain adalah, Imam Lapeo menundukkan ular.
Suatu ketika, Imam Lapeo diundang mengahadiri pesta walimah di Tapalang,
daerah Mamuju. Ketika resepsi makan dimulai, tiba-tiba muncul ular-ular
di piringnya yang ingin digunakannya untuk makan. Ular-ular tersebut,
tiada lain dari orang tertentu yang konon kabarnya ingin mempermalukan
Imam Lapeo di tengah pesta.
Imam Lapeo sebagai ulama sufi yang
tawadhu, hanya menyaksikan ular-ular itu meliuk-liukkan badannya, sampai
akhirnya jumlah ular bertambah banyak dan meloncat-loncat. Walhasil,
hanya dengan mengancam ular-ular itu dengan memberi isyarat, maka dengan
seketika ular-ular tadi hilang dengan sendirinya.
Selain itu,
sepeninggalan beliau, hingga saat ini, kuburannya banyak didatangi
orang. Ada suatu kaedah dalam kewalian dan kesufian yang menyatakan
seorang waliyullah apabila nampak karamah (keluarbiasaan) pada waktu
hidupnya pada dirinya. Maka akan nampak pula keramat pada waktu sesudah
matinya.
Seorang sufi, apabila dikunjungi orang pada waktu
hidupnya, maka dikunjungi pula banyak orang sesudahnya matinya/makamnya.
Hal inilah yang terjadi pada diri Imam Lapeo, dimana kuburannya
dikunjungi oleh banyak orang, terutama pada hari-hari tertentu, misalnya
pada saat-saat sebelum pemberangkatan dan setelah kembali dari tanah
suci Mekkah.
Walaupun kiprah dan perjuangan Imam Lapeo sering
direduksi dan dibumbui dengan hal-hal yang berbau supranatural seperti
cerita tentang kemampuannya berada di dua tempat sekaligus; menaklukkan
para tukang Doti, namun intelektual sekelas Emha Ainun Najib meyakini
kisah-kisah Imam Lapeo.
Ada banyak nelayan Mandar yang percaya,
bila terhadang badai di tengah laut, mengingat sang panrita untuk
kemudian memanggil namanya adalah salah satu cara menaklukkan badai. Ya,
itulah salah satu bentuk betapa orang Mandar menganggap Imam Lapeo
sebagai ulama berkaramah. Banyak rumah di Mandar memasang fotonya di
dinding rumah. Banyak kasus, foto ukuran kecil Imam Lapeo dijadikan
jimat (disimpan di dalam dompet).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar