Di Sulawesi Barat, Jenazah Disemayamkan di Dalam Rumah
Mayat yang disemayakam di rumah
detikTravel Community - Ada
satu tradisi lokal yang bikin wisatawan penasaran di Kabupaten Mamasa,
Sulawesi Barat. Masyarakat setempat ternyata menyemayamkan atau
meletakan jenazah di dalam rumah. Mengapa begitu?
Mungkin belum banyak orang yang mengenal Kabupaten Mamasa. Ini adalah salah satu kabupaten di salah satu provinsi yang tergolong muda di Indonesia yaitu Sulawesi Barat. Mamasa juga merupakan satu-satunya kabupaten yang berada di pegunungan di Sulawesi Barat.
Dari Mamuju Ibukota Provinsi Sulawesi Barat, Provinsi ini bisa dicapai melalui jalan darat via Majenene-Polewali Mandar dengan jarak lebih kurang 300 km atau melalui jalan baru yang dibangun pemerintah langsung dari Bandara Tempa Padang, Mamuju dengan jarak lebih kurang 100 km.
Sarana transportasi dari Mamuju menuju kabupaten ini memang masih perlu perhatian pemerintah. Apalagi saat ini Pemerintah Sulawesi Barat telah menetapkan Kabupaten Mamasa sebagai kawasan wisata unggulan.
Mamasa memang memiliki budaya dan alam yang patut dibanggakan sebagai salah satu aset budaya bangsa kita. Kabupaten ini berada di antara dua kabupaten dengan budaya yang unik yaitu Polewali Mandar dan Kabupaten Toraja yang budayanya telah terkenal seseantero nusantara.
Budaya dua kabupaten ini memang terlihat mewarnai budaya Mamasa. Secara pribadi saya menyimpulkan bahwa Mamasa adalah perpaduan budaya Polewali dan budaya Toraja. Di sinilah letak keunikan budaya Mamasa yang patut kita perkenalkan ke dunia luar.
Inilah Aset wisata yang tak ternilai harganya. Hal itu tergambar dari rumah adat dan bentuk peti mayat di tedong-tedong. Di mana bentuk peti mayatnya perpaduan bentuk kapal dan kepala kerbau.
Sudah kita ketahui, kapal merupakan ciri masyarakat polewali mandar yang terkenal sebagai pelaut ulung dan tanduk kerbau sebagai simbol suku toraja. Dan mungkin perpaduan ini bisa ditemui dalam ajaran adat lainnya.
Objek wisata budaya yang sempat saya kunjungi di Mamasa adalah tedong-tedong. Ini merupakan kawasan pemakaman dari nenek moyang suku ini yang mungkin telah berusia ratusan tahun. Tedong-tedong ini berada pada ketinggian dan dari jauh kelihatan sebagai sebuah rumah. Tedong dalam suku ini berarti kerbau. Objek wisata ini terdaftar sebagai salah satu cagar budaya Nasional.
Disamping tedong-tedong, saya juga berkesempatan mengunjungi Desa wisata Balla Peu di Kecamatan Balla. Desa wisata ini wajib masuk dalam daftar kunjungan Anda jika hendak mempelajari budaya Mamasa. Dalam kawasan desa wisata ini terdapat hampir 100 rumah tradisional lengkap dengan lumbung padinya di depan rumahnya. Desa ini terdapat pada ketinggian 1400 diatas permukaan laut. Untuk bisa mencapai desa wisata memang agak butuh perjuangan.
Di desa wisata ini saya bisa menyaksikan arsitektur rumah adat suku Mamasa ini, di samping itu saya juga sempatkan untuk bercerita dan bercengkrama dengan penduduk setempat. Inilah hal yang paling disukai dari setiap perjalanan saya. Hal lain yang menjadi ciri khas suku ini adalah kain tenunnya.
Ya ibu-ibu di desa ini pun menenun, tentu dengan motif khas suku ini. Membeli souvenir khas daerah wisata yang kita kunjungi menurut saya adalah salah satu cara kita menghargai wisata setempat.
Mirip dengan suku Toraja, masyarakat Mamasa pun mengenal upacara pemakaman Rambu Solo (kedukaan). Dan konon katanya upacara Rambu Solo di kabupaten ini lebih rumit dan disesuaikan dengan strata sosial. Kadang ada mayat yang disemayamkan di rumahnya sampai beberapa tahun karena menunggu cukup biaya untuk membeli kerbau dan babi yang harus dipersembahkan dalam upacara pemakaman tersebut.
Saat kunjungan saya ke kota ini menyaksikan mayat yang disemayamkan di dalam rumahnya. Menurut informasi keluarga, mayat ini telah disemayamkan di rumah kurang lebih tiga bulan. Sayang sekali memang saya tidak sempat menyaksikan upacaranya yang berlangsung seminggu setelah kedatanga saya. Tapi saya sedikit beruntung bisa menyaksikan bagaimana mereka mempersiapkan upacara tersebut.
Wisata alam yang konon katanya patut dibanggakan adalah Air Terjun Sambabo, ini adalah air terjun bertingkat. Menurut masyarakat setempat, air terjun ini mirip Niagara di Amerika. Namun sayang akses menuju tempat ini masih agak susah.
Kebanyakan turis mancanegara mencapai tempat ini dengan jalan kaki (hiking). Dan itu tentu membutuhkan waktu yang agak lama. Karena keterbatasan waktu yang saya miliki, dengan rasa kecewa saya akhirnya gagal mencapai Niagara Indonesia ini.
Semoga pihak yang berwenang dan terkait bisa menggali aset wisata yang luar biasa ini, tentu dengan menyediakan sarana dan prasarana wisata yang memadai. Hingga suatu hari nanti kita bisa menyaksikan Mamasa sebagai tujuan utama wisata budaya di Indoensia. Semoga!
http://ragamsulawesibarat.blogspot.co.id
Mungkin belum banyak orang yang mengenal Kabupaten Mamasa. Ini adalah salah satu kabupaten di salah satu provinsi yang tergolong muda di Indonesia yaitu Sulawesi Barat. Mamasa juga merupakan satu-satunya kabupaten yang berada di pegunungan di Sulawesi Barat.
Dari Mamuju Ibukota Provinsi Sulawesi Barat, Provinsi ini bisa dicapai melalui jalan darat via Majenene-Polewali Mandar dengan jarak lebih kurang 300 km atau melalui jalan baru yang dibangun pemerintah langsung dari Bandara Tempa Padang, Mamuju dengan jarak lebih kurang 100 km.
Sarana transportasi dari Mamuju menuju kabupaten ini memang masih perlu perhatian pemerintah. Apalagi saat ini Pemerintah Sulawesi Barat telah menetapkan Kabupaten Mamasa sebagai kawasan wisata unggulan.
Mamasa memang memiliki budaya dan alam yang patut dibanggakan sebagai salah satu aset budaya bangsa kita. Kabupaten ini berada di antara dua kabupaten dengan budaya yang unik yaitu Polewali Mandar dan Kabupaten Toraja yang budayanya telah terkenal seseantero nusantara.
Budaya dua kabupaten ini memang terlihat mewarnai budaya Mamasa. Secara pribadi saya menyimpulkan bahwa Mamasa adalah perpaduan budaya Polewali dan budaya Toraja. Di sinilah letak keunikan budaya Mamasa yang patut kita perkenalkan ke dunia luar.
Inilah Aset wisata yang tak ternilai harganya. Hal itu tergambar dari rumah adat dan bentuk peti mayat di tedong-tedong. Di mana bentuk peti mayatnya perpaduan bentuk kapal dan kepala kerbau.
Sudah kita ketahui, kapal merupakan ciri masyarakat polewali mandar yang terkenal sebagai pelaut ulung dan tanduk kerbau sebagai simbol suku toraja. Dan mungkin perpaduan ini bisa ditemui dalam ajaran adat lainnya.
Objek wisata budaya yang sempat saya kunjungi di Mamasa adalah tedong-tedong. Ini merupakan kawasan pemakaman dari nenek moyang suku ini yang mungkin telah berusia ratusan tahun. Tedong-tedong ini berada pada ketinggian dan dari jauh kelihatan sebagai sebuah rumah. Tedong dalam suku ini berarti kerbau. Objek wisata ini terdaftar sebagai salah satu cagar budaya Nasional.
Disamping tedong-tedong, saya juga berkesempatan mengunjungi Desa wisata Balla Peu di Kecamatan Balla. Desa wisata ini wajib masuk dalam daftar kunjungan Anda jika hendak mempelajari budaya Mamasa. Dalam kawasan desa wisata ini terdapat hampir 100 rumah tradisional lengkap dengan lumbung padinya di depan rumahnya. Desa ini terdapat pada ketinggian 1400 diatas permukaan laut. Untuk bisa mencapai desa wisata memang agak butuh perjuangan.
Di desa wisata ini saya bisa menyaksikan arsitektur rumah adat suku Mamasa ini, di samping itu saya juga sempatkan untuk bercerita dan bercengkrama dengan penduduk setempat. Inilah hal yang paling disukai dari setiap perjalanan saya. Hal lain yang menjadi ciri khas suku ini adalah kain tenunnya.
Ya ibu-ibu di desa ini pun menenun, tentu dengan motif khas suku ini. Membeli souvenir khas daerah wisata yang kita kunjungi menurut saya adalah salah satu cara kita menghargai wisata setempat.
Mirip dengan suku Toraja, masyarakat Mamasa pun mengenal upacara pemakaman Rambu Solo (kedukaan). Dan konon katanya upacara Rambu Solo di kabupaten ini lebih rumit dan disesuaikan dengan strata sosial. Kadang ada mayat yang disemayamkan di rumahnya sampai beberapa tahun karena menunggu cukup biaya untuk membeli kerbau dan babi yang harus dipersembahkan dalam upacara pemakaman tersebut.
Saat kunjungan saya ke kota ini menyaksikan mayat yang disemayamkan di dalam rumahnya. Menurut informasi keluarga, mayat ini telah disemayamkan di rumah kurang lebih tiga bulan. Sayang sekali memang saya tidak sempat menyaksikan upacaranya yang berlangsung seminggu setelah kedatanga saya. Tapi saya sedikit beruntung bisa menyaksikan bagaimana mereka mempersiapkan upacara tersebut.
Wisata alam yang konon katanya patut dibanggakan adalah Air Terjun Sambabo, ini adalah air terjun bertingkat. Menurut masyarakat setempat, air terjun ini mirip Niagara di Amerika. Namun sayang akses menuju tempat ini masih agak susah.
Kebanyakan turis mancanegara mencapai tempat ini dengan jalan kaki (hiking). Dan itu tentu membutuhkan waktu yang agak lama. Karena keterbatasan waktu yang saya miliki, dengan rasa kecewa saya akhirnya gagal mencapai Niagara Indonesia ini.
Semoga pihak yang berwenang dan terkait bisa menggali aset wisata yang luar biasa ini, tentu dengan menyediakan sarana dan prasarana wisata yang memadai. Hingga suatu hari nanti kita bisa menyaksikan Mamasa sebagai tujuan utama wisata budaya di Indoensia. Semoga!
http://ragamsulawesibarat.blogspot.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar