Tampil : 5369 kali.
Sejarah Islam Di Tanah Mandar
ISLAM DI TANAH MANDAR
http://ragamsulawesibarat.blogspot.co.id
. Masuknya agama Islam di Tanah Mandar
Pada
abad ke-17 agama Islam telah masuk ke tanah mandar, saat itu
pemerintahan di Wilayah Tanah Mandar masih berbentuk kerajaan.
Diantaranya ada 2 kerajaan besar di Tanah Mandar pada masa itu yaitu
kerajaan Binuang dan Kerajaan Balanipa. Awal penyebaran agama Islam di
mulai dari daerah Kerajaan Binuang, yang disebarkan oleh seorang musafir
bangsa arab yang berlabuh di kawasan Kerajaan Binuang
Dalam penyebaran agama Islam di Tanah Mandar saat itu tidak mendapatkan
kesulitan berat, karena kebudayaan yang ada pada saat itu sudah berbau
Islam. Sehingga agama Islam yang disebarkan diterima dengan baik oleh
masyarakat terutama dari pihak kerajaan yang berkuasa pada saat itu.
Berikut ini merupakan beberapa pendapat atau paham yang diperoleh dari
beberapa nara sumber yang mengetahui mengenai sejarah masuknya agama
Islam di Tanah Mandar :
- Pendapat Abdullah ( Tokoh adat Balanipa )
Mengatakan
bahwa asal mula penyebaran agama Islam datang dari Arab dan tiba di
Wilayah Tanah Mandar Daerah Toma’ngalle, pada abad ke-17 (Toma’ngalle itu nama pada abad 17 dan sekarang diberi nama tammangalle ). Yang dibawah oleh seorang musafir yang bernama Kamaruddin Rahim.
Setelah beliau berada di Tamangalle, beliau menyebarkan agama Islam.
Saat beliau melakukan shalat 5 ( lima ) waktu diatas batu yang berbentuk
kasur, Beliau dilihat oleh warga sekitar dan melaporkan kejadian
tersebut kepada raja Balanipa, kemudian beliau dijemput dan dibawa ke
Kerajaan Balanipa. Arayang
pada saat itu adalah Daetta’ Tummuanae (Raja ke-IV Kerajaan Balanipa).
Ketika berada di wilayah Kerajaan Balanipa Beliau memutuskan untuk
memilih tempat yang pedalaman agar lebih mudah untuk menyebarkan agama
islam. Wilayah pada saat itu disebut Pallis, Raja
dipallis pada saat itu Kannasunan. Dan pertama masuk islam pada saat
itu adalah raja Pallis ( kannasunan ).
- Pendapat Pundi (Tokoh Masyarakat Daerah Lambanan)
Mengatakan
bahwa agama Islam mulanya dibawa oleh seorang berbangsa Arab dan tiba
diwilayah mandar pada abad ke 17, Beliau bernama Kapar. Beliau
menyebarkan agama islam di tanah mandar bersama dengan To Salama di
daerah Goa (Yusuf). Perayaan hari besar Islam di Balanipa tidak akan
terlaksana apabila Yusuf tidak ada. Hal ini dikarenakan saat itu Yusuf
bertindak sebagai khatib di Balanipa dan Beliaulah yang mengajarkan
tentang tata cara sebagai khatib.
Namun setelah beliau kembali ke Goa, Beliau digantikan oleh muridnya
yaitu Sopu Gus Diris yang dikuatkan dengan diberikannya sebuah SK
sebagai bukti pelimpahan wewenang sebagai khatib tanggal 5 Januari 1952
di Madjene.
Kapar
(To Salama di Binuang) menyebarkan agama islam di Balanipa pada masa
kepemimpinan Raja ke-IV, Tomatindo di Burio yang merupakan keturunan
dari Torilaling (raja pertama). Islam berkembang luas di daerah Balanipa
dikarenakan oleh adanya dukungan penuh dari raja yang berkuasa.
Penyebaran
agama Islam pada masa itu terjadi secara berangsur-angsur dikarenakan
sebuah kepercayaan baru yang datang pada suatu wilayah tentunya tidak
akan langsung dapat diterima begitu saja. Sebelum Islam masuk,
masyarakat Mandar menganut kepercayaan animisme yang banyak di pengaruhi
oleh agama Budha dan Hindu dalam melakukan praktek-praktek penyembahan
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan dalam penyelesaian perselisihan atau
sengketa di Tanah Mandar, kerajaan Balanipa memiliki 2 (dua) lembaga
hukum yaitu:
1. Lembaga 1(Balanipa)
Dimana
bala bararti sebuah kandang dan nipa adalah sejenis tumbuh-tumbuhan
yang dijadikan bahan dalam pembuatan kandang tempat pertaruangan duel
tikam menikam tersebut (berkelahi dalam kandang sampai salah satunya
tewas, dan tewas dinyatakan bersalah sedangkan yang hidup dinyatakan
benar).
2. Lembaga II (merendam tangan di air mendidih)
Yaitu mereka yang bersengketa merendam tangan di air mendidih (siapa
yang lebih dahulu mengangkat tangannya maka ia lah yang bersalah).
Secara psikologis, 2 (dua) lembaga peradilan tersebut adalah untuk
mempermudah penetapan hukum. Namun setelah Islam masuk dan diterima baik
oleh masyarakat, khususnya pihak Kerajaan. Hukum yang dijalankan pada
masa itu berangsur-angsur berubah dengan aturan-aturan yang ada di
ajaran Islam.
- Pendapat Arifin (Penjaga Makam Syaeh Bil Ma’ruf)
Menyatakan
bahwa Islam masuk ke Tanah Mandar pada Abad ke-17 dibawa oleh Rahim
Kamaruddin (Syaek Bil Ma’ruf), yang berasal dari Arab, Beliau tiba di
Kerajaan Binuang dengan satu tujuan menyebarkan Islam di Tanah Mandar.
Ketika
Beliau melaksanakan shalat, ada penduduk yang melihat, dan langsung
melaporkan kejadian tersebut kepada Raja. Rajapun menemui Syeik Bil
Ma’ruf untuk menanyakan siapa, dari mana, dan tujuan beliau datang ke
Binuang. Kemudian Syeik Bil Ma’ruf menjelaskan maksud dan tujuannya
yaitu menyebarkan Agama Islam. Awalnya Raja tidak percaya dan meminta
bukti-bukti.
Beberapa bukti yang beliau perlihatkan diantaranya :
1. Berjalan di atas air
2. Memegang bara api
3. Shalat di atas daun pisang
4. Berjalan di atas pohon kelapa
Setelah
melihat bukti-bukti tersebut, Raja percaya dan memeluk agama Islam,
kemudian diikuti oleh para pejabat dan seluruh masyarakat.
Dari tiga pendapat diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa
pembawa agama islam di Tanah Mandar memiliki nama yang berbeda – beda
dari tiap wilayah. Namun setelah dilakukan penelitian dapat disimpulkan
bahwa pembawa agama Islam yang pertama kali ditujukan hanya pada satu
orang yaitu tosalama’ di Binuang.
B. Penyebaran Islam di Mandar
Penyebaran
Islam di Tanah Mandar di mulai pada abad ke-17, oleh seorang musyafir
bangsa Arab yang bernama Kamaruddin Rahim (Syaek Bil Ma’ruf). Awal
penyebarannya Beliau menyebarkan agama Islam di Wilayah Kerajaan
Binuang, Ketika beliau melaksanakan sholat diatas batu yang berbentuk
kasur, Beliau dilihat oleh warga sekitar dan melaporkan pada raja
Binuang. Lalu beliau dijemput untuk dibawa ke Raja Binuang. Setelah
menghadap raja beliau menjelaskan maksud dan tujuannya. Hal tersebut
diterima baik oleh pihak kerajaan dan diikuti oleh seluruh masyarakat
Setelah
Islam diterima di kerajaan Binuang, Kamaruddin Rahim (Syaek Bil
Ma’ruf) memutuskan untuk melanjutkan perjalanan untuk menyebarkan agama
Islam, diantaranya Majene dan Mamuju. Dalam perjalanan (berlayar),
Beliau mendapatkan hambatan dilaut yaitu salah arah menuju ke Balanipa.
sehingga beliau memberi nama tempat itu Salahbose’. Dan pada saat itu
pula beliau memutuskan untuk singgah di Balanipa, diwilayah Toma’ngalle
(Toma’ngalle itu nama pada abad 17 dan sekarang diberi nama tammangalle ) untuk menyebarkan agama Islam.
Ketika
beliau melakukan sholat, diatas batu yang berbentuk kasur. Beliau
dilihat oleh warga sekitar dan melaporkan pada raja Balanipa, lalu
beliau dijemput untuk dibawa ke Balanipa. Arayang pada saat itu daetta’
tummuanae (raja ke empat )
Setelah
tiba dikerajaan, beliau memutuskan untuk memilih tempat yang pedalaman
agar lebih mudah untuk menyebarkan agama islam. wilayah pada saat itu
disebut Pallis, Raja dipallis pada saat itu Kannasunan. Dan pertama masuk islam pada saat itu adalah raja Pallis (kannasunan).
Pada
awal beliau melakukan syiar Islam di Balanipa beliau tidak langsung
mengajarkan Islam pada inti pokoknya yaitu mengenai tata cara shalat.
Melainkan dengan menjelaskan tahap awal, mulai dari tata cara
memberihkan diri, lalu berwhudu, kemudian tata cara shalat. Pada masa
penyebaran Islam di Balanipa tidak begitu mendapat hambatan karena
prilaku masyarakat setempat sudah mencerminkan prilaku Islam, Selain itu
juga Kamaruddin Rahim memang berperilaku baik dan sopan saat
berkunjung dan bersilaturahmi sehingga langsung diterima oleh
masyarakat setempat.
Proses
penyebaran Islam banyak dilakukan dengan cara mengislamkan
kebiasaan-kebiasaan daaerah setempat contohnya tradisi Sayyang Patu’du
yaitu kuda yang menari, pertama kali digunakan oleh Raja dan dijadikan
daya tarik untuk masyarakat khususnya anak-anak untuk mempelajari agama
Islam terutama dalam mempelajari Al-Qur’an.
Setelah
Islam menyebar di Balanipa, Beliau kembali ke Binuang dengan alasan
karena tugas beliau telah selesai, dan setelah beberapa hari kemudian
beliau wafat. Sebelum beliau dimakamkan terjadi peristiwa hujan lebat
selama tiga hari tiga malam. Saat itu kalangan kerajaan sangat pusing
memikirkan letak pemakaman Syaek Bil Ma’ruf. Banyak yang mengusulkan
tempat pemakaman beliau, tetapi setelah disebutkan salah satu tempat
yaitu daerah Ammasangan hujan seketika berhenti. Kemudian Raja
memutuskan untuk memakamkan jasad to Salama di Ammasangan yang sekarang
bernama Pulau Salama.
A. Perkembangan Agama Islam di Mandar
Islam masuk ke Mandar dengan jalan damai pada abat 17 masehi,
pengaruh Islam mengalami perkembangan sekitar pada abad 18 masehi.
Penyebaran islam dilakukan dengan didahului para pemimpin kerajaan yang
ada ditanah Mandar. Dimulai dari ajaran membersikan diri sampai kepada
tatanan atau aturan dalam beribadah.
Masuknya
Islam ditanah Mandar banyak mempengaruhi kebudayaan lokal. Dalam
bidang aturan dalam kepemimpinan, kehidupan, dan masih banyak lagi.
Berikut ini beberapa contoh perkembangan islam di berbagai kerajaan
yang ada di Tanah Mandar :
1. Pada masa kerajaan Balanipa
Kerajaan
ini terletak di Kabupaaten Polman, Sulawesi Barat. Kerajaan ini
adalah kerajaan yang terbesar yang ada di Tanah Mandar, yang mempunyai
pengaruh yang sangat besar di Tanah Mandar. Dan sistem pemerintahan di
Balanipa pada saat itu dilakukan secara turun temurun atau dari genersi
ke generasi.
Perkembangan
agama Islam pada masa kepemimpinan Raja ke-4 (empat), memanfaatkan
pemerintahannya untuk mengembangkan agama islam, dengan ditandai dengan
berdirinya sebuah tempat ibadah (mesjid) yang pada awal mulahnya
dikenal Langgar (yang dikenal di Sumatra dengan kata surau)
dimana digunakan sebagai tempat mengajar ajaran agama Islam. Masjid yang
pertama di Tanah Mandar terletak di Pallis atau yang dikenal saat ini
sebagai Desa Lembang dan masjid yang kedua didirikan di Desa Tangga –
taangga Kecamatan Tinambung, yang sekarang lebih dikenal sebagai masjid
Raja.
Masjid
kedua ini berdiri hasil dari perpindahan mesjid pertama dengan membawa
empat tiang dan meninggalkan/menyisahkan kepala mesjid yang dalam
bahasa daerah disebut Coppo’ masigi.
2. Pada Masa Kerajaan Binuang
Kerajaan
ini terletak di kabupaaten Polman, sulawesi barat atau yang dekat
dengan perbatasan Sul – Sel . Kerajaan ini adalah kerajaan yang nomor 2
terbesar yang ada di Mandar, yang mempunyai kerjasama dengan Kerajaan
Balanipa, baik dalam perekonomian, budaya, dan lain – lain. Dan sistem
pemerintahan di Binuang pada saat itu dilakukan secara turun temurun
atau dari genersi ke generasi.
Dikerajaan
Binuang adalah tempat dimana wafatnya Syaek Bil Ma’ruf (Kamaluddin
rahim). Pada waktu itu makam beliau dijadikan tempat ziarah para umat
muslim. Ketika pada abad 18 masehi, yang berkuasa di Goa (Sul – Sel)
adalah islam Muhammadia. Islam Muhammadia ini tidak sepakat makam
Kamaluddin Rahim (Tosalama’ Binuang) dijadikan tempat siarah. Lalu dia
mengambil tindakan untuk menghancurkan makam tersebut, dengan membuang
batu – batu nisannya ke laut. Setelah selesai dibuang batu nisan itu
kembali posisi semula. Jadi makam itu tidak diganggu lagi hingga saat
ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar