Jumat, 04 Maret 2016

Imam Lapeo Berpengaruh di Kehidupan Keberagamaan Masyarakat Mandar

Imam Lapeo Berpengaruh di Kehidupan Keberagamaan Masyarakat Mandar
    YOGYA, TRIBUN - Islam yang masuk pertama kali di lingkup masyarakat Mandar, Sulawesi Barat bercorak sufistik. Kemudian berkembang mengikuti perkembangan realitas sosial. Termanifestasi melalui perilaku keberagamaan, terekonstruksi secara sosio-kultutral. Kemudian mengendap dalam memori kolektif dan tercermin dalam perilaku dan sikap keberagamaan masyarakat Mandar sampai sekarang. Sementara tokoh Islam sufistik yang berpengaruh terhadap kehidupan keberagamaan masyarakat Mandar adalah KH. Muhammad Thahir (Imam Lapeo).
         Temuan tersebut diperoleh dari riset yang dilakukan Kepala Biro Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan UIN Alauddin Makassar, Drs. Mukhlis Latif, M.Si (56 tahun). Karya Riset berjudul "Imam Lapeo Dalam Perspektif Sakral dan Profan Masyarakat Mandar" dipresentasikan untuk memperoleh Gelar Doktor bidang Ilmu Agama Islam, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, bertempat di Convention Hall, kampus setempat, Kamis (8/10).
         Putra kelahiran Makassar ini mempertahankan temuan disertasinya di hadapan tim penguji Dr. H. Moh. Damami, M. Ag., Prof. Dr. Fauzan Naif , MA. , Dr. H. Syaifan Nur, MA., Prof. Dr. H. Abd. Munir Mulkhan, SU., Prof. Dr. H. Musa Asy'arie (promotor merangkap penguji), Prof. Dr. H. Ahmad M. Sewang,MA., (promotor merangkap penguji).
         Mukhlis memaparkan, dari analisisnya, tergambar bahwa realitas keislaman masyarakat Mandar sarat dengan nuansa sufistik sampai saat ini. Sementara Imam Lapeo memiliki kualifikasi sebagai ulama sufi dengan beragam peran sosial keagamaan dan wawasan kebangsaanya yang tinggi. Hal ini terlihat dari pengakuan yang disampaikan masyarakat Mandar dan dari analisis kepustakaan setempat. "Peranan dan pengaruh Imam Lapeo terhadap masyarakat Mandar tidak terlepas dari pengetahuan dan pengalamannya dari proses pengembaraan intelektual di tingkat domestik dan mancanegara yaitu Singapura, Turki dan Arab Saudi," katanya.
         Sementara informasi yang terkumpul dalam riset mengungkap bahwa, tarekat yang dianut dan dikembangkan di tanah Mandar adalah tarekat Syadzilliyah yang diperoleh langsung dari pusat ilmu tasawuf di Istanbul, Turki. Pengaruh dan ajaran tarekat ini sangat signifikan terhadap perilaku keberagamaan masyarakat Mandar. Beberapa ajaran tarekat yang konsisten diaplikasikan Imam Lapeo dan dilaksanakan oleh masyarakat Mandar hingga kini meliputi tazkiyatun nafs melalui proses takhalli, tahalli, tajalli, konsep hakekat Muhammadiyah, wirid (zikir) dan hizb (amalan) yang menjadi tipikal ajaran tarekat Syadziliyah.
         "Tipologi tarekat yang dianut Imam Lapeo lebih cenderung pada wawasan tasawuf moderat. Yang selalu mencari titik keseimbangan antara urusan duniawi dan urusan ukhrawi," katanya. Hal ini dibuktikan dengan peran aktif Imam Lapeo dalam taqarrub (pendekatan) kepada Allah SWT. Dan keterlibatannya dalam politik kebangsaan dengan ikut melakukan perlawanan terhadap kolonialisme Belanda dan Jepang.
         Peranan dan kontribusi Imam Lapeo melalui kerja-kerja sosial-keagamaan dan kebangsaan menjadi lahan persemaian kharisma, popularitas, sehingga masyarakat Mandar memposisikannya sebagai primus inter pares, yang dicirikan melalui pengakuan dan pembenaran secara sosio-kultural sebagai Waliullah.
         "Modal sosial-keagamaan ini menjadi pijakan masyarakat Mandar. Posisi sakralitas tersebut berlanjut hingga kini yang ditandai oleh konsistensi masyarakat Mandar dalam memelihara simbul-simbul sakral Imam Lapeo, diantaranya masjid, makan, rumah yang diistilahkan oleh masyarakat Mandar Boyang Kayyang," kata Mukhlis Latif. (bm)

Penulis: baskoro
Editor: baskoro
http://ragamsulawesibarat.blogspot.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar