Selasa, 15 Maret 2016

Mempertahankan Merah Putih

Mempertahankan Merah Putih

http://ragamsulawesibarat.blogspot.co.id/ Setelah berita dikumandangkannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,oleh Soekarno Hatta, bendera Merah Putih mulai dikibarkan dimana-mana dalam kawasan afdeling Mandar dan sekitarnya.

Dalam catatan, Ahmad Asdy, pengibaran bendera mulai diupacarakan di Mandar, setelah Letnan Satu Lanakka bersama M. Amin Daeng Situru dan Abd.Zamad Hanafi mengantarkan bendera dari Pare-pare kepada Ibu Agung H. A. Depu di lstana Kerajaan Balanipa (Markas Pejuangan Mandar). Peristiwa ini disambut gembira oleh semua rakyat Mandar.

Dikisahkan, bahwa pada keesokan harinya, Kamis,19 September 1945, dengan sangat sederhana tanpa iringan lagu Indonesia Raya, pengibaran bendera Merah Putih dilakukan Bau Parenrengi Depu, dan dihadiri para pimpinan kelaskaran Kris Muda Mandar, dan sejumlah pejuang, serta beberapa komando pasukan dari Pare-pare. Rakyat yang hadir dalam pengibaran bendera tersebut diperkirakan berjumlah sekitar kurang lebih 300 orang. Adapun yang digunakan sebagai tiang bendera adalah tiang perahu Sandeq (Mandar: pallayaran) setinggi sembilan meter dengan menggunakan karra-arrang (tali yang terbuat dari daun pandang).

Selanjutnya, pada tanggal 21 Oktober 1945 Ibu Agung H.A. Depu bersama Putra Mara’dia Tomadzio, Hamzi Majid, memimpin pengibaran bendera merah putih di Tomadzio (Campalagian), tepatnya di halaman rumah Mara’dia (markas pejuang sektor Tomadzio). Pengibaran bendera yang dijahit sendiri oleh Putri Mara’dia, A.Lies Madjid ini, berlangsung secara sederhana tanpa diiringi lagu Indonesia Raya. Itupun hanya dihadiri beberapa orang pejuang Mandar saja.

Namun, pengibaran bendera ini tidak berlangsung lama, pada hari itu juga diturunkan oleh Pasukan Belanda, kemudian bendera itu dibawa ke Majene. Setelah A. Mappeawa Majid, bersama para pejuang lainnya melakukan negosiasi dengan pihak Belanda, akhirnya bendera tersebut dapat dikibarkan keesokan harinya.

Nanti pada tanggal 22 Oktober 1945, secara serentak di semua sektor Kelaskaran Kris Muda Mandar mengibarkan bendera merah putih diantaranya ; di Banggae (Majene) Andi TOnra, Andi Gatie, Tambaru Aco Benya, M. Yusuf dan Adnan. Di Pamboang dikibarkan dikibarkan di Tinambung ibu kota Kerajaan Pamboang, yang dihadiri oleh para pejuang seperti Juhaeni dan Hammasa, serta beberapa orang pejuang lainnya. Dan di Sendana untuk pertama kalinya bendera dikibarkan di depan kantor Khadi Sendana. Selanjutnya, di Somba bendera dikibarkan oleh seorang pejuang bernama Koni, yang hanya dihadiri oleh beberapa orang pejuang di Sendana. Di Tappalang pengibaran bendera dilakukan oleh seorang pejuang bernama Abd. Ahad, dan dihadiri beberapa orang pejuang yang ada di Tappalang. Kemudian di Mamuju dikibarkan di Budong-budang.

Serta di Binuang pengibaran bendera dilakukan oleh Andi Aco bersama beberapa orang pejuang yang ada di Binuang. Adapun di Matangnga bendera dikibarkan di rumah Je’ne, salah seorang kepala distrik di Matangnga.

Sedang pengibaran bendera MerahPutis yang pertama secara resmi dalam acara kenegaraan di Mandar, berlangsung di Distrik Tapango, pada tanggal 10 Oktober 1946 yaitu tepatnya di Buttu Gamba, Salurebing (masuk dalam wilayah Tabone).

Menurut, Ahmad Asdy, mengutip penuturan Ibu Agung H_A.Depu, yang juga diperkuat oleh K.H. Arief Lewa dan Hj. Sitti Ruwaedah, sebagai pelaku peristiwa sejarah bahwa di Distrik Tapango (Tapango Lama) adalah salah satu wilayah Afdeling Mandar yang pertama sekali mengibarkan bendera Merah Putih dalam acara militer dan diiringi dengan lagu Indonesia Raya.

Mempertahankan Merah Putih
Setelah melihat Merah Putih sudah berkibar di mana-mana dalam kawasan Afdelling Mandar. Pihak Belanda menghendaki agar semua bendera tersebut diturunkan. Namun keinginan pihak Belanda tersebut ditantang keras oleh para tokoh pejuang dan tokoh pemuda di Mandar. Sehingga Belanda memberikan tawaran agar bendera Merah Putih dikibarkan berdampingan dengan bendera Merah Putih Biru (bendcra Belanda), tetapi hal inipun tidak dapat diterima oleh para pejuang di Mandar.

Akhirnya pihak pasukan Belanda menurunkan dengan paksa semua bendera yang di1ewati, sejak berangkat dari Makassar ke Majene. Kemudian sampai di Tinambung berniat untuk menurunkan bendera Merah Putih dengan membawa kendaraan dua mobil truk lengkap dengan persenjataan.

Namun pasukan Belanda kembali tidak berhasil, saat itu dengan gagah berani “Sang Maestro" wanita perkasa Ibu Agung H.A.Depu bersama segenap abdi dan pasukan dari Kelaskaran Kris Muda Mandar yang tidak rela kalau sehelai merah putih yang sedang berkibar di halaman Istana Kerajaan Balanipa akan ditumbangkan semena-mena.

Maka tiang merah putih kemudian didekapnya dan H.A. Depu bersama para pejuang lainnya lebih memilih mati dari pada hidup, jika merah putih harus turun dari tiangnya. Dan untuk menghadang gerakan pihak Belanda (pasukan Westerling) ketika itu, jembatan yang menghubungkan antara Majene dengan Tinambung dirantai oleh rakyat. Ini dimaksudkan untuk menghalangi pasukan Wasterling jika sesuatu terjadi terhadap Ibu Agung.

Pada sekitar tahun 1946 peristiwa pengibaran bendera merah putih di depan Markas Perjuangan Tomadzio (Campalagian ), yang dihadiri hampir semua pimpinan induk bersama beberapa anggota pasukan pejuang lainnya. Dalam peristiwa ini, pucuk pimpinan Kelaskaran Kris Muda Mandar Ibu Agung H.A.Depu bersama unsur
pimpinan lainnya, sekitar 16 orang ditangkap oleh Pasukan Belanda dan langsung dibawa ke Makassar, kemudian dijebloskan ke dalam Penjara Layang Makassar.

Dan pada tanggal 28 Oktober 1946 bertepatan dengan insiden yang terjadi di Tinambung (Balanipa), Mahmul Saal selaku komandan pertempuran Kelaskaran Kris Muda Mandar, mengibarkan bendera merah putih di Tinambung Ibu Kota Kerajaan Pamboang.

Pengibaran bendera inipun berlangsung dengan sangat sederhana tanpa iringan lagu Indonesia Raya, dan dihadiri beberapa pejuang yang ada di Pamboang. Sedangkan tiang bendera yang digunakan adalah sebatang bambu besar dengan ketinggian hampir sepuluh meter.

Namun peristiwa ini diketahui oleh pihak Belanda, kemudian bendera Merah Putih langsung diturunkan oleh Pasukan KNIL pada tanggal 29 Oktober 1946. Dan pada tahun yang sama sekitar bulan Desember bendera Merah Putih kembali dikibarkan di Pamboang oleh Muhammad Idris dan Jamaluddin Tapi tidak lama berselang, inipun diturunkan oleh tentara NICA Belanda. Kemudian pada keesokan harinya Merah Putih kembali dikibarkan setelah para pejuang yang dipimpin A. Tonra melakukan negosiasi dengan pihak Belanda.

Dari sejumlah peristiwa pengibaran bendera diatas, membuat kemarahan Belanda kian memuncak,sehingga pada tanggal 28 Oktober 1946 keganasan pasukan tentara Belanda yang disebut KNIL (Konglijsks Nederland Indesche Legers) menurunkan Merah Putih dimana-mana. Hingga di beberapa tempat terjadi insiden berdarah, salah satunya adalah tragedi pada 2 Pebruari 1947, terjadinya Penyapuan di Galung Lombok. (dari berbagai sumber)

oleh Abd. Rajab Abduh
dikutip dari Warta Kominfo Polman Edisi 5 Tahun VI 2012, hal.50-51

Tidak ada komentar:

Posting Komentar