Kondosapata Zaman Pemerintahan Adat
ARTIKEL INI DIKOPI DARI BLOG ASLINYA http://ragamsulawesibarat.blogspot.co.id/DIPERSEMBAHKAN KEMBALI UNTUK PENGUNJUNG WEBSITE PUTRA MANDAR SULAWESI BARAT
AGAR KEPADA GENERASI-GENERASI MUDA MANDAR DAPAT MEMAHAMI KESATUAN SEJARAH BUDAYA MANDAR SULAWESI BARAT KITA SECARA KESELURUHAN YANG TIDAK LEPAS DARI
PITU BA'BANA BINANGA (PBB), PITU ULUNNA SALU (PUS), DAN KARUA BABANA MINANGA (KBM).
JAUH sebelum kolonial Belanda masuk wilayah Pitu Ulunna Salu (Kondosapata), komunitas masyarakat di wilayah ini sdh mengenal pemerintahan adat. Mereka tunduk kepada pemangku adat dan sangat menghormati aturan yg mereka buat. Walau diperkirakan belum ada alat komunikasi waktu itu, tapi organisasi yg mereka buat, serta fungsi masing-masing tugas yg disepakati berjalan dan penuh tanggungjawab. Itu dapat dilihat dari pembagian kekuasaan, wilayah dan tugas fungsi masing-masing. Kita sedikit tertolong dengan sejumlah sumber maupun buku yg ditulis senior kita Drs. Arianus Mandadung.
Hanya saja saya tdk tahu sejak kapan wilayah pemerintahan adat PITU ULUNNA SALU KARUA BABA'NA MINANGA ini terbentuk, tapi diperkirakan sdh ratusan tahun. Tdk satupun referensi atau fiksi orang tua yg menyebutkan tahun berapa pemerintahan adat kondosapata berawal. Yang ada dalam cerita bahwa wilayah ini dirintis oleh seorang tokoh bernama PONKAPADANG. Selain itu dalam sejarah yg kita bisa dengar dan kita sadur, asal usul, keturunan dan anak cucu Pongkapadang juga tercatat dalam sejarah. Bahkan jauh sebelum Pongkapadang, juga silsilahnya tercatat dalam sejarah. Tapi tdk jelas Tahun berapa Pongkapadang merintis bumi Kondospata saat memasuki wilayah ini, membawa dua orang anaknya (POLOPADANG & TAMALILLIN) membawa gamelan (Padaling) sebagai simbol dia seorang bangsawan) anjing buruan.
PONGKAPADANG mengembara sampai di pesisir pantai Ulu Manda', Mamuju yg kemudian menjadi wilayah kekuasaanya. Juga diceritakan ia menemukan seorang wanita asal bugis Makassar yg ia beri nama TORI JE'NE' (Artinya diambil dari air) Bahasa Makassar TORI (dari) JE'NE' (Air) Dari air. Selanjutnya Torije'ne' dibawah ke Tabulahan dan dijadikan istri. Dari hasil perkawinannya dgn Torije'ne', juga diceritakan Pongkapadang dikaruniai tujuh anak dan 11 cucu. Dalam bahasa asli Kondospata, (DADI TAU PITU, TAU SAPULO MESA).
Ketujuh anak dan 11 cucu Pongkapadang inilah yg konon kabaranya membagi tempat dalam wilayah Pitu Ulunna Salu Karua Ba'bana Minanga, berkembang dan beranak pinak bahkan membentuk komunitas sendiri-sendiri, tapi tetap dalam satu kesepakatan yg adil karena mereka berasal dari satu keluarga yakni turunan Pongkapadang.
Rangkaian tulisan "Sejarah Lahirnya Kondosapata" adalah karya Octovianus Danunan, seorang jurnalis asal Mamasa yang kini menetap di Timika, Papua. Beliau bergabung dengan Grup Jawa Pos, ditugaskan di kota Timika memimpin salah satu perusahaan penerbitan Grup Jawa Pos bernama PT Timika Media Utama, jabatan Direktur, sekaligus Pemimpin Redaksi Radar Timika, salah satu terbitan PT Timika Media Utama. "Setelah pensiuan sebagai jurnalis, saya ingin menjadi penulis buku," katanya.
Arsip Artikel :http://ragamsulawesibarat.blogspot.co.id
AGAR KEPADA GENERASI-GENERASI MUDA MANDAR DAPAT MEMAHAMI KESATUAN SEJARAH BUDAYA MANDAR SULAWESI BARAT KITA SECARA KESELURUHAN YANG TIDAK LEPAS DARI
PITU BA'BANA BINANGA (PBB), PITU ULUNNA SALU (PUS), DAN KARUA BABANA MINANGA (KBM).
JAUH sebelum kolonial Belanda masuk wilayah Pitu Ulunna Salu (Kondosapata), komunitas masyarakat di wilayah ini sdh mengenal pemerintahan adat. Mereka tunduk kepada pemangku adat dan sangat menghormati aturan yg mereka buat. Walau diperkirakan belum ada alat komunikasi waktu itu, tapi organisasi yg mereka buat, serta fungsi masing-masing tugas yg disepakati berjalan dan penuh tanggungjawab. Itu dapat dilihat dari pembagian kekuasaan, wilayah dan tugas fungsi masing-masing. Kita sedikit tertolong dengan sejumlah sumber maupun buku yg ditulis senior kita Drs. Arianus Mandadung.
SEJARAH Lahirnya KONDOSAPATA - Bagian 3: ZAMAN PEMERINTAHAN ADAT
SEBELUM wilayah Pitu Ulunna Salu Karua Ba'bana Minanga dikuasai Kolonial Belanda tahun 1907, konon kabaranya tatanan kehidupan di wilayah ini sangat bersahaja, berwibawah dan rakyatnya makmur. Semua ini kita dapat ketahui dari cerita (fiksi) yg disampaikan orang tua melalui simbol-simbol, istilah, lagu, mauapun sejarah yg telah tertuang dalam bentuk narasi (buku).Hanya saja saya tdk tahu sejak kapan wilayah pemerintahan adat PITU ULUNNA SALU KARUA BABA'NA MINANGA ini terbentuk, tapi diperkirakan sdh ratusan tahun. Tdk satupun referensi atau fiksi orang tua yg menyebutkan tahun berapa pemerintahan adat kondosapata berawal. Yang ada dalam cerita bahwa wilayah ini dirintis oleh seorang tokoh bernama PONKAPADANG. Selain itu dalam sejarah yg kita bisa dengar dan kita sadur, asal usul, keturunan dan anak cucu Pongkapadang juga tercatat dalam sejarah. Bahkan jauh sebelum Pongkapadang, juga silsilahnya tercatat dalam sejarah. Tapi tdk jelas Tahun berapa Pongkapadang merintis bumi Kondospata saat memasuki wilayah ini, membawa dua orang anaknya (POLOPADANG & TAMALILLIN) membawa gamelan (Padaling) sebagai simbol dia seorang bangsawan) anjing buruan.
PONGKAPADANG mengembara sampai di pesisir pantai Ulu Manda', Mamuju yg kemudian menjadi wilayah kekuasaanya. Juga diceritakan ia menemukan seorang wanita asal bugis Makassar yg ia beri nama TORI JE'NE' (Artinya diambil dari air) Bahasa Makassar TORI (dari) JE'NE' (Air) Dari air. Selanjutnya Torije'ne' dibawah ke Tabulahan dan dijadikan istri. Dari hasil perkawinannya dgn Torije'ne', juga diceritakan Pongkapadang dikaruniai tujuh anak dan 11 cucu. Dalam bahasa asli Kondospata, (DADI TAU PITU, TAU SAPULO MESA).
Ketujuh anak dan 11 cucu Pongkapadang inilah yg konon kabaranya membagi tempat dalam wilayah Pitu Ulunna Salu Karua Ba'bana Minanga, berkembang dan beranak pinak bahkan membentuk komunitas sendiri-sendiri, tapi tetap dalam satu kesepakatan yg adil karena mereka berasal dari satu keluarga yakni turunan Pongkapadang.
Rangkaian tulisan "Sejarah Lahirnya Kondosapata" adalah karya Octovianus Danunan, seorang jurnalis asal Mamasa yang kini menetap di Timika, Papua. Beliau bergabung dengan Grup Jawa Pos, ditugaskan di kota Timika memimpin salah satu perusahaan penerbitan Grup Jawa Pos bernama PT Timika Media Utama, jabatan Direktur, sekaligus Pemimpin Redaksi Radar Timika, salah satu terbitan PT Timika Media Utama. "Setelah pensiuan sebagai jurnalis, saya ingin menjadi penulis buku," katanya.
Arsip Artikel :http://ragamsulawesibarat.blogspot.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar